We all know many entrepreneurs who started their businesses at a very young age. But there are also some businessmen who started successful businesses in their old age. They had dedication and love…
Lagi-lagi obrolan tengah malam dengan seorang kawan membuat saya tidak dapat menahan ghirah untuk menulis ini. Obrolan yang sedikit filosofis tentang sejarah pengetahuan manusia dalam memandang dunia membuat saya ingin sedikit membahas tentang buah pikir Immanuel Kant. Wah, memang benar bila disandingkan segelas kopi, ‘manusia malam’ akan berbicara tentang hal yang agak berfaedah wkwk…
Mungkin kalian sudah tidak asing dengan Immanuel Kant, salah satu filsuf paling berpengaruh pada abad pencerahaan (Renaissance). Kant telah berkontribusi banyak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada tulisan ini saya hanya akan berfokus tentang pandangannya yang unik tentang bagaimana manusia mendapatkan pengetahuan akan dunia.
Immanuel Kant lahir di Königsberg, ibu kota Prusia pada tahun 1724. Ia berasal dari keluarga Kristen yang saleh, yang mana kelak akan mendasari landasan filosofisnya. Ia memegang gelar profesor dalam bidang filsafat, utamanya ia mempelajari gagasan-gagasan filsuf terdahulu sekaligus menciptakan filsafatnya sendiri.
Bila kita berbicara mengenai filsafat pengetahuan manusia, pada masa pencerahan Eropa filsuf terpecah menjadi dua kubu. Yang pertama kaum Rasionalis Eropa dengan tokohnya macam René Descartes dan Spinoza, lalu yang kedua kaum Emprisisme Inggris dengan filsuf pentolannya macam Berkeley, John Locke dan David Hume.
Terkait tentang bagaimana manusia memahami dunia, para kaum rasionalis, percaya bahwa sumber dari pengetahuan manusia dalam memahami dunia berasal dari pikiran atau akal (dibaca: rasional). Hal ini senada dengan madzhab filsafat Plato tentang ‘ide’ sebagai satu-satunya hal yang absolut. Jadi dunia persis seperti yang tampak dalam pikiran kita.
Di satu sisi, kaum empiris Inggris berargumen bahwa pengetahuan sejatinya berasal dari indra manusia. Pada dasarnya kita hanya mampu memercayai sesuatu yang empiris atau yang dapat diindra, jadi dunia persis seperti apa yang kita lihat. Di antara dua pandangan kontradiktif tersebut, Immanuel Kant lahir dengan gagasan yang dianggap sebagai ‘alternatif jalan tengah’ dari pertentangan dahulu.
Kant mengatakan bahwa baik ‘indra’ maupun ‘akal’ sama-sama berperan penting dalam menciptakan pandangan kita terhadap dunia. Namun kaum rasionalis hampir melupakan makna penting suatu pengalaman, dan kaum empiris telah menutup mata mereka terhadap pengaruh pikiran tehadap cara kita memandang dunia.
Kant setuju dengan pemahaman kaum empiris bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indra kita. Namun di sisi lain, ia juga mengatakan ada kondisi-kondisi tertentu dalam pikiran manusia yang turut menentukan pandangan tentang dunia.
Ia menganggap pada saat kita melihat/merasakan suatu fenomena dengan indra kita, terdapat aspek yang disebut ‘ruang’ dan ‘waktu’ sebagai wujud dari intuisi kita. Dan intuisi ini mendahului setiap pengalaman.
Bingung? Mungkin sederhananya begini: Jika saya lahir dan dibesarkan di Indonesia, dan seorang teman saya lahir dan besar di Inggris, maka pandangan kita terhadap dunia akan berbeda. Apa yang kita lihat mungkin bergantung pada apakah kita dibesarkan di Indonesia atau Inggris. Kita memandang dunia sebagai serangkaian proses dlam ruang dan waktu. Jadi pada dasarnya, filsafat Kant mengamini kedua pendapat kaum rasionalis dan kaum empiris pada batasan tertentu.
Ia menyimpulkan terdapat dua kondisi khusus tentang bagaimana manusia dapat memahami dunia. Yang pertama pengetahuan manusia meliputi kondisi lahiriah yang tidak dapat kita ketahui sebelum kita menangkapnya melalui indra, ini yang disebut materi pengetahuan. Yang satunya lagi adalah kondisi batiniah dalam diri manusia sendiri, seperti persepsi-persepsi manusia dalam waktu dan ruang tertentu.
Lalu ihwal Ketuhanan, bagaimana pendapat Kant? Well… Immanuel Kant percaya akan keberadaan Tuhan, mungkin didorong faktor latar belakang keluarganya yang seorang Kristen taat. Ia mengatakan bahwa tidak ada ruang bagi akal, indra, maupun pengalaman untuk menyatakan ada atau tidaknya Tuhan. Kekosongan ruang ini, ia katakan dapat diisi oleh iman.
A HEART CRY. CHRISTIAN DEVOTION NEWSLETTER. Published by Ese Metitiri. a.k.a. Edith Philip. Feb/27/2022. Ottawa, ON, Canada. In times of great unrest hiding God’s word in our hearts has many… Read more
Content marketing is an excellent way to reach your target audience and get them engaged with your brand. One of the most important steps in content marketing is coming up with engaging content ideas… Read more
I made some new stickers that I’m getting ready to send out in a month or so as part of a press kit announcement for the new version of my first book, “The Godchild,” and I got eight or nine more… Read more