If you want to get in on the NFT frenzy, an NFT marketplace is your ticket to buying and selling digital goods ranging from art to music to entire virtual worlds. Consider NFT markets to be the…
Beberapa hari ini melihat dalam cermin menjadi salah satu kebiasaan yang sering aku lakukan. Sekadar membenahi kerudung yang kurang pas atau untuk melihat kembali “ada yang aneh gak ya denganku?”
Menghabiskan belasan menit di depan cermin, ternyata masih ada aja orang yang nyeletuk “hei di pipimu ada apa? Bedakmu kurang rata tuh”
Menghabiskan belasan menit di depan cermin, ternyata tidak cukup untuk melihat “apa lagi sih yang kurang dari aku?”
Ah lagian, sampai kapan bercermin untuk melihat “kekurangan diri”? Sampai kapan mau memenuhi kebebalan kepala?
Hal itu juga berlaku dalam kehidupan, melihat dalam cermin tidak akan cukup. Ketika kamu menilai seseorang hanya dengan melihat sekilas, tanpa tahu seperti apa roda yang telah Ia lalui. Itu artinya, sama saja melihatnya hanya dalam cermin, samar-samar.
Cermin memberikan pelajaran bahwa segala sesuatu tidak akan bisa dipahami hanya dengan melihat secara sekilas. Ada beberapa hal yang masih sulit dimengerti bahkan ketika sudah mencoba mempelajarinya berkali-kali, apalagi dengan hanya melihatnya sekilas?
Bagaimana kalau konteks bercermin sedikit diubah, bercermin untuk melihat beberapa hal seperti
“Apakah aku sudah lebih baik dari aku sebelumnya?”
“Sudah seberapa jauh sudah kaki berjalan?”
“Seberapa besar pelajaran yang sudah diambil dari pengalaman?”
“Seberapa besar perubahan yang telah dilakukan?”
During a government shutdown, all functionality of federal governments cease until a new funding legislation is put into law after it passes Congress and is signed by the President (Committee). Every… Read more
It is important to have a clear vision to increase family engagement in education. Read more